Gulali Gula Pasir, Kudapan Tradisional Yang Sudah Langka





( JASMINE Foodnews) Dilansir dari idntimes.com, Gulali gula pasir adalah permen jadul berbahan dasar gula, yang biasanya diberi cream kental manis coklat di sekitar permen.

Penjual permen ini butuh keterampilan tangan dalam membentuk permen yang sekiranya disukai oleh anak-anak. Bentuk bunga dan empeng biasanya selalu dibuat oleh si penjual.

Dikutip dari kompasiana.com , meski cara membuatnya hampir sama dengan gulali gula jawa, gulali gula pasir memiliki penampakan yang berbeda. Gulali gula pasir memiliki aneka warna yang berasal dari bahan pewarna makanan atau pasta makanan.

Karena bahan baku gula pasir berwarna putih, penambahan warna diperlukan agar gulali tampak lebih menarik. Selain berwarna-warni, gulali ini juga biasanya dijual dalam bermacam-macam bentuk, mulai dari bunga hingga aneka kreasi binatang seperti ayam, burung, kupu-kupu dll sehingga anak-anak semakin menyukainya.

Gulali bisa dibentuk secara manual dengan tangan maupun menggunakan cetakan khusus kemudian ditiup. Sama seperti gulali gula jawa, gulali gula pasir juga disajikan dengan cara ditusuk

Di Kota Jakarta

Dikutip dari Lifestyle.okezone.com, Gulali yang identik dengan jajanan anak sekolah ini memang sudah jarang sekali ditemukan. Namun, di Setu Babakan , Jagakarsa , Jakarta, masih banyak penjual yang menjajakan permen khas Betawi tersebut.

Di kampung budaya Betawi tersebut, masih banyak penjual yang menjajakan permen gulali dengan aneka bentuk, mulai dari bunga, bentuk hati, sikat gigi, dan terompet.

"Pembeli juga bisa pesan, mau dibentuk apa. Biasanya kalau anak-anak senang bentuk terompet karena bisa diisi dengan susu cokelat," ucap Pepi, penjual gulali di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta, Sabtu

Gulali ini juga dapat dibentuk menjadi binatang sehingga anak-anak semakin menyukainya. Bahkan, gulali ini terkadang bisa ditiup untuk menghasilkan bunyi seperti peluit.

Gulali khas Betawi terbuat dari tepung terigu yang dimasak, lalu dicampur gula pasir dan pewarna makanan.Sehingga Gulali menjadi ini terlihat lebih berwarna agar anak-anak tertarik untuk membelinya.

"Gulalinya harus diletakkan di wajan panas, agar tidak jadi keras dan mudah dibentuk," tambahnya.

Permen khas Betawi ini dijual hanya dengan harga Rp3 ribu. Biasanya, penjual gulali di Setu Babakan hanya ada pada Sabtu dan Minggu, di mana pengunjung lebih banyak datang saat akhir pekan.

Di Kabupaten Subang


Sama seperti di Jakarta , di daerah lain , pedagang gulali juga makin sulit dicari. Seperti yang terjadi di kawasan Tambakdahan, Kabupaten Subang, dikutip dari pikiranrakyat.com, saat ini kehadiran pedagang gulali juga menjadi hal yang langka. Jika dilihat, di antara kumpulan pedagang tampak hanya ada seorang pedagang keliling yang menjajakan gulali.

Ia sibuk membentuk adonan gulali menjadi serupa burung. Seorang anak yang sejak tadi menunggu, kemudian menyerahkan uang ribuan setelah gulali yang dibentuk sang pedagang didapatkannya.

"Saya sudah lama jualan gulali, sejak dulu sampai sekarang, Alhamdulilah masih laku," kata Amar (42). Ia merupakan pedagang gulali keliling asal Garut yang tinggal di Pamanukan Subang.

Dia mengatakan menjual gulali yang sudah dibentuk seharga Rp 2.000. Setiap hari keliling ke berbagai daerah di Subang, tak jarang menempuh jarak cukup jauh.

Biasanya mencari tempat keramaian yang banyak anak-anak, di sekolah-sekolah atau acara hajatan.

"Keliling jualan tempatnya tak tentu. Biasanya kalau ada acara, pasti mangkal. Kalau lagi sepi, biasanya mangkal disekolah," ujarnya.

Dia mengaku sudah lama tinggal di Pamanukan bersama enam teman sekampung. Semuanya sama-sama penjual gulali keliling. "Saya ngontrak sama temen-temen. Bikin adonan dan jualan masing-masing. Cuma tinggalnya saja bareng-bareng, pulang ke Garut sebulan sekali, kalau jualan sehari-hari di Subang," ujarnya.

Dia mengungkapkan membuat adonan sejak malam, lalu berangkat pagi-pagi keliling berbagai daerah. "Kalau adonan sudah matang siap dibentuk sih tinggal diangetin aja, soalnya kalau gak panas susah dibentuk. Banyak model yang bisa dibuat, cuma yang laku burung-burungan, empeng (dot bayi), dan bunga," ujarnya.

Amar mengaku setiap hari keliling sambil memikul dagangan. Sebagian berupa bahan yang siap dibentuk dalam wajan khusus. Wajan disekat menjadi dua, diisi gula pasir yang sudah dilelehkan tetapi beda warna.

"Jadi ada yang dadakan dibuat, ada juga yang sudah jadi dipajang dibungkus plastik. Biasa anak-anak beli yang sudah jadi, tapi banyak juga pesan, kalau belum ada jadi dibuat dadakan," katanya.

Amar tak tahu pasti sampai kapan bisa bertahan. Namun ia berharap bisa terus berjualan gulali. Sebab, selama gulali yang kini telah langka masih disukai anak-anak, maka diharapkan semangat hidup Amar juga tetap terus terjaga.




Di Kabupaten Purwakarta
Tapi ternyata pepatah lain ladang lain belalang , lain lubuk lain ikannya di jaman sekarang masih berlaku,. Karena ternyata , ada cerita optimis di tempat lain , walau sama-sama pedagang gulali gula pasir. Seperti yang dituturkan Mang Opay di republika.co.id , purwakarta .

Kastari (38 tahun) atau akrab disapa Mang Opay, pedagang gulali asal Kabupaten Indramayu, mengatakan sejak masih bujangan dirinya sudah menekuni dunia bisnis gulali. Ilmu membuat gulali ini diperoleh dari kakeknya. Bahkan, sekeluarga Mang Opay ini menekuni bisnis makanan anak-anak yang melegenda ini.

"Sudah lama saya jualan gulali. Sejak 1996 sampai sekarang," ujar Mang Opay kepada Republika.

Setiap hari Mang Opay berkeliling di sejumlah wilayah di Purwakarta untuk menjajakan dagangannya. Salah satu wilayah sasarannya yaitu Kelurahan Nagri Kaler. Bahkan, daya jangkau jualannya sampai ke perbatasan Purwakarta-Karawang tepatnya di Desa Curug, Kecamatan Ciampel, Karawang.

Jajanan gulalinya ini selalu laris manis dengan pelanggan setianya anak-anak. Menurut Mang Opay, anak-anak sangat suka gulali karena rasanya yang manis. Apalagi, saat ini banyak pilihan model yang bisa dikreasikan dari hasil pengolahan bahan baku gula pasir ini.

Mang Opay mengaku dirinya menguasai ketrampilan membentuk gulali. Antara lain seperti bentuk bunga, naga, terompet, kuda, burung, buaya, ikan lele, ikan jambal, sampai lumba-lumba. Motif tersebut dipelajarinya secara otodidak dari leluhurnya.

"Paling laku motif terompet sebab motif terompet akan dilengkapi dengan susu kental manis. Jadi anak-anak semakin suka," ujar ayah dua anak ini.

Setiap hari, Mang Opay mampu mengolah dua kilogram gula pasir. Untuk menghasilkan gulali yang enak gula pasir itu dimasak dengan cara dipanaskan di atas wajan. Gula pasir diberi air sedikit lalu diaduk-aduk sampai mencair dan berubah jadi karamel.

Setelah itu adonan diberi perwarna makanan seperti warna hijau, merah, oranye, dan kuning. Supaya tidak mengkristal, setelah diberi pewarna gula karamel itu didiamkan di atas wajan. Setelah itu, gula karamel dipanggang dalam api yang ukurannya sangat kecil.

Adonan terus dihangatkan supaya bisa dibentuk beraneka rupa. "Dalam sewajan kecil ini modalnya mencapai Rp 100 ribu. Namun hasilnya bisa sampai Rp 700 ribu kalau habis semua," ujarnya dengan tersenyum.

Harga gulali ini bervariasi tergantung dari ukurannya. Untuk ukuran kecil harganya Rp 2 ribu. Sedangkan yang berukuran besar dan diberi susu kental manis harganya Rp 5 ribu.

Ikah Kartikah (60 tahun) warga Gang Flamboyan III mengaku bisa bernostalgia saat menikmati gulali tersebut. Sebab, saat dirinya masih muda gulali merupakan jajanan favorit.

"Dulu jajanan tidak sebanyak saat ini. Jadi kalau kita jajan gulali rasanya senang sekali. Sekarang melihat yang dagang gulali serasa bernostalgia ke masa silam," ujar nenek sembilan cucu ini sambil tersenyum, sambil seperti sedang menerawang , mungkin sambil mengingat masa lalunya ketika masih anak-anak.😊

======
 Untuk info & pemesanan Cake & Cuisinenya , telp/WA 08128637867
 (Tia), 08128697750 (Wildan)
======
 Jasmine Foodnews dibuat sebagai bentuk kepedulian kita terhadap kuliner di Indonesia terutama yang tradisional dan sudah jarang ditemukan orang. Juga hal-hal yang terkait dengan seputar dunia kuliner.

Comments

Popular Posts